Sukses

MU Terpuruk, Siapa Harus Tanggung Jawab?

Liputan6.com, Beragam hasil negatif terus didapat Manchester United (MU). Setidaknya, dalam dua musim terakhir ini, tim langganan juara itu menjadi pesakitan.

Bahkan, manajer baru MU, Louis Van Gaal bahkan belum bisa memberikan kemenangan di pertandingan kompetitif MU. Terakhir, Setan Merah hanya mampu bermain imbang melawan tim promosi, Burnley dengan skor imbang tanpa gol.

Ada apa dengan MU? Dalam sebuah kolom di Sport Association  ternyata kesalahan tidak bisa ditimpakan pada manajer atau pemain MU. Menurut kolom tersebut, Sir Alex Ferguson yang telah berkuasa selama lebih dari dua dekade ikut memiliki andil penting bagi merosotnya prestasi MU.

Setidaknya ada 3 pihak yang harus bertanggung jawab atas merosotnya prestasi MU. Berikut ulasannya sebagaimana dilansir dari Yahoo Sport.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sir Alex Ferguson

1. Ferguson tidak menyiapkan transisi dengan baik

Ferguson tidak menyiapkan transisi yang bagus begitu meletakkan jabatan. Transfer yang dilakukan Ferguson boleh dibilang tidak memuaskan. Terhitung sejak 2006, hanya ada empat pemain yang bersinar: Wayne Rooney, Ashley Young, David de Gea dan Robin Van Persie.

Owen Hargreaves sempat tampil menjanjikan di musim perdana. Namun menghadapi masalah cedera serius yang membuat kariernya berantakan. Dan belakangan, Young dianggap belum bisa memberikan kontribusi maksimal. MU juga melakukan kesalahan fatal membeli Tiago Manuel "Bebe" Dias Correia pada 2010. Bagaimana bisa MU mendatangkan pemain sedangkan Ferguson sendiri belum melihat performanya?

Dibanding membeli pemain, Ferguson justru mengandalkan pasukan tua dan cenderung mempertahankannya. Rio Ferdinand, Nemanja Vidic, dan Patrice Evra bisa dijadikan contoh lambatnya regenerasi di tubuh MU. Pengaruh tiga pemain itu untuk kejayaan tim memang tidak dapat disangkal namun selepas Ferguson pensiun, tiga pemain itu justru dibuang karena faktor usia.

Ferguson pun lebih percaya dengan kemampuan veteran Ryan Giggs dan Paul Scholes. Kebijakan ini menjadi bumerang selepas kepergian manajer asal Skotlandia. Proyek jangka pendek yang menjadi "bom waktu" di kemudian hari.

Memang secara keseluruhan, Ferguson mewariskan skuat juara yang mampu meraih 13 gelar Premier League namun nyaris tidak ada peremajaan berarti di dalam tubuh tim.

3 dari 4 halaman

Keluarga Glazer

2. Utang keluarga Glazer buat MU tidak bisa belanja

Selain Ferguson, keluarga Glazer ikut memiliki andil bagi terpuruknya The Red Devils. Sejak diambil alih Glazer, MU yang masuk dalam jajaran tim terkaya di dunia justru mengalami masalah finansial. MU mendadak memiliki utang baru sebesar 325 juta poundsterling (Rp 6,3 triliun).

Mantan CEO MU, David Gill telah memprediksi, MU bakal memiliki tanggungan "segunung" itu karena keluarga Glazer membeli MU dengan cara berutang. Dan Gill memilih pindah ke Chelsea dengan limit dana yang tidak terbatas.

Langkah Glazer bisa dimengerti karena brand MU yang telah mendunia dan memiliki basis fans di seluruh negara. Untuk menutupi utang itu, setiap tahun MU terus meningkatkan harga tiket dan marchandise resmi. Sayang, pendapatan dari segi bisnis tidak mengalir sepenuhnya untuk membangun tim.

Sejak era Glazer, investasi MU sampai saat ini bernilai 382,9 juta poundsterling (Rp 7,4 triliun). Jumlah itu akumulasi dari pembelian Edwin van Der Sar dari Fulham pada 2005 hingga klub memecahkan rekor transfer ketika mendatangkan Juan Mata ke Old Trafford dari Chelsea senilai 37,1 juta poundsterling (Rp 720 miliar) pada bursa transfer musim dingin lalu.

Sedangkan dihitung dari periode yang sama sampai saat ini, MU masih kalah dalam urusan belanja dengan sang tetangga ManCity yang menghabiskan uang sebesar 693,7 pound (Rp 13 triliun). Begitu juga Chelsea yang mengahabiskan dana hingga 600,2 juta poundsterling (Rp 11 triliun). Jumlah belanja MU masih jauh dibandingan musuh abadi Liverpool dengan 443,7 juta poundsterling (Rp 8,6 triliun).

Sebelum Glazer mengambil tampuk kepemimpinan di MU, Ferguson bisa memecahkan rekor transfer termahal di Inggris sebanyak lima kali ketika mendatangkan Gary Pallister, Roy Keane, Andy Cole, Juan Veron, dan Rio Ferdinand.

Marouanne Fellaini menjadi pembelian pertama David Moyes senilai 27,5 juta poundsterling (Rp 500 miliar) setelah Owen Hargreaves pada 2007 dengan nilai transfer 17 juta poundsterling (Rp 330 miliar).

4 dari 4 halaman

Ed Woodward

3. CEO yang buta sepakbola

Meski keputusan itu di luar lapangan  hijau, nyatanya hal itu berdampak serius bagi tim.  MU melakukan dua pergantian krusial secara berbarengan, mengganti posisi manajer tim sekaligus CEO dalam waktu bersamaan ikut mempengaruhi kebijakann transfer. MU menunjuk Ed Woodward sebagai CEO pada 2012 menggantikan posisi yang ditinggalkan David Gill.

Woodward memiliki pengetahuan minim tentang sepakbola. Pria asal Inggris itu tidak memiliki seluk beluk sepakbola secara mendalam karena memiliki latar belakang akuntansi dan bisnis.  Rencana transfer MU berantakan seperti usaha mendatangkan Thiago Alcantara dan Cesc Fabregas.

Berbeda dengan langkah strategis pemilik Manchester City (ManCity), Sheikh Mansour yang lebih dulu merekrut dua mantan petinggi Barcelona, CEO Ferran Soriano (mantan Wakil Presiden Barcelona periode 2003-2008) dan Direktur Olahraga, Txiki Begiristain yang merumuskan rencana ke depan ManCity.

Ketika Manuel Pellgrini datang, rencana tim tinggal disesuaikan, termasuk program pembelian pemain untuk memperbaiki skuat. Ini membuat rencana kerja ManCity membentuk skuat yang kompetitif lebih terarah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.