Sukses

Makana FA: Saat Sepak Bola Bersinar di Dalam Penjara

Kini, Robben Island termasuk salah satu "Warisan Dunia" yang dilindungi PBB.

Liputan6.com, Jakarta - Robben Island pernah jadi simbol hitam sejarah Afrika Selatan (Afsel). Selama lebih dari 400 tahun, wilayah yang dikelilingi lautan, sekitar tujuh kilometer dari Cape Town, wilayah terindah di Afsel ini , dijadikan penjara, tempat pengasingan bagi lawan-lawan rezim yang berkuasa.

Sejak 1961, Robben Island ditingkatkan dengan pengamanan maksimum, khususnya untuk tahanan politik rezim Apartheid (pemisahan warna kulit) di bawah The National Party yang berkuasa ketika itu.

Baca Juga

  • Klopp: Guardiola Tak Akan Gabung City
  • Tekad Gelandang MU Bayar Dukungan Fans
  • Lini Tengah Arsenal Kena Badai Cedera, Wenger Siap Belanja

Hampir semua tokoh-tokoh penting pergerakan Afsel, pernah mendekam di penjara yang luasnya mencapai 500 hentar ini. Termasuk tentu saja Nelson Mandela, Bapak Afsel, yang harus menerima kekejaman rezim Apartheid di penjara ini selama 18 tahun. Mantan presiden Afsel lainnya,  Kgalema Motlanthe, dan Jacob Zuma, presiden Afsel saat ini, juga pernah merasakan kelamnya penderitaan di Robben Island.

Penjara Robben Island memang dikenal sadis. Para sipir dan petugas kerap menyiksa tahanan tanpa perikemanusiaan. Para tahanan juga harus melakukan kerja paksa tanpa diberi makanan.

Namun, ada saatnya Robben Island menyembulkan sinar harapan, melalui sepak bola. Di penjara ini pernah muncul liga sepak bola, dengan nama Makana Football Asociation (FA). Nama Makana diambil dari nama pahlawan Xhosa, salah satu suku asli Afsel, yang juga pernah ditahan di tempat ini, pada abad 18.

Ini pertama kalinya di dunia, sebuah "liga" dimainkan di dalam penjara. Oleh FIFA, Makana FA kemudian diberikan status sebagai anggota kehormatan pada tahun 2007.

Kisah Makana FA sempat difilmkan dengan judul "More Than Just a Game" oleh sutradara Junaid Ahmed pada tahun 2007. Tiga tahun kemudian, Charles Korr, seorang profesor sejarah dari University of Missouri, Amerika Serikat, bersama Marvin Close, juga menulis buku tentang Makana FA. Judulnya nyaris serupa: "More Than Just a Game Football vs Apartheid".

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Berawal Tahun 1964

Berawal Tahun 1964
Kisah Makana FA berawal pada tahun 1964, saat rezim Apartheid mengirim tokoh-tokoh dari lawan politik mereka, seperti African National Congress(ANC) dan Pan Africanist Congress of Azania (PAC) bersama dengan Mandela dan tokoh-tokoh pergerakan lainnya ke Robben Island. Di Robben Island, mereka merasa tersiksa dan terisolasi, sehingga muncul ide untuk bermain bola sebagai sarana pelampiasan kesedihan, kekecewaan, kemarahan.

Mereka, para tahanan, pun mulai bermain sepak bola di dalam sel-sel tahanan yang begitu sempit. Mereka menggunakan gulungan kertas-kertas bekas sebagai bola.



Seiring dengan itu, dimotori empat tokoh: Anthony Suze, Lizo Sitoto, Mark Shinners, dan Sedick Isaacs, mereka tak hentinya memohon, mengajukan proposal agar pihak berwenang memperbolehkan mereka memainkan sepak bola di halaman penjara, di luar sel.

Selama lebih dari tiga tahun, usaha itu tak juga membuahkan hasil. Baru pada tahun 1967, dengan bantuan Palang Merah Internasional, permohonan mereka dikabulkan.

Liga Makana FA pun diluncurkan. Para tahanan bersorak. Mereka percaya, sepak bola bisa menyatukan mereka, para tahanan, yang berasal dari berbagai partai, latar belakang, namun punya harapan sama: kebebasan.

"Kami banyak belajar dari konsep fair play sepak bola," ujar Shinners, seperti dirilis theglobeandmail. "Sepak bola mengajarkan kami untuk mengerti bahwa Anda tidak bisa selamanya menang. Untuk membangun masyarakat yang baik berkaitan dengan rasa memberi dan menerima. Itu ada dalam sepak bola."

3 dari 5 halaman

Diikuti Sembilan Tim

Diikuti Sembilan Tim

Menurut Charles Korr dalam bukunya, liga Makana FA terdiri dari sembilan tim, yang dibagi ke dalam tiga divisi berdasarkan kemampuan pemainnya. Maka tampillah Manong FC, Gunners, Hotspurs, Black Eagles, Ditshitshidi, Rangers, Dynamo, Bucks, dan Mphatlalatsane.  

Namun, tentu dengan fasilitas seadanya. Garis-garis lapangan ditandai dengan roller kemudian disiram air, hingga membentuk garis. Mistar dan tiang gawang dibuat dari kayu apung dengan jaring bekas jala penangkap ikan.



Seperti liga sesungguhnya, semua klub memiliki pelatih dan manajer. Administrasi pertandingan juga diatur rapi. Penghitungan poin, skor pertandingan, serta kartu kuning dan merah diberlakukan normal.

Liga juga dijalankan sesuai dengan standar FIFA. Mereka menerapkan aturan-aturan dalam The FIFA handbook, yang kebetulan ada di perpustakaan penjara.

Bahkan, sempat terjadi, ada sebuah klub yang mengajukan protes karena merasa "dikerjai" wasit. Akibatnya, liga sempat dihentikan selama dua minggu. Sementara pengurus liga melakukan investigasi.
 

4 dari 5 halaman

Berlangsung Seru

Berlangsung Seru
Liga Makana berlangsung seru. Setiap hari pertandigan, para pemain sangat bersemangat menanggalkan seragam tahanan mereka, menggantinya dengan kostum warna khas tim mereka, seadanya.

Kostum-kostum ini kebanyakan kiriman dari luar, pengunjung yang menjenguk kerabat mereka di penjara. Salah satunya, Judy, istri Tokyo Sexwale, yang ketika itu jadi pengurus Makana FA. Sexwale sendiri, sempat menjabat sebagai menteri kependudukan di era pertama Presiden Zuma (2009-2014).



Rekan-rekan mereka di penjara, tak ubahnya  suporter-suporter militan. Mereka begitu bersemangat mendukung klub dukungan masing-masing. Setiap hari Sabtu, saat pertandingan liga digelar, tak ubah "hari pembebasan" bagi mereka.
Manong FC disebut-sebut sebagai tim terbaik, yang selalu tampil jadi juara.


5 dari 5 halaman

Mandela Dilarang

Mandela Dilarang

Hanya memang, petugas penjara tak mengizinkan beberapa tahanan khusus, yang dianggap berbahaya untuk menyaksikan pertandingan. Seperti Mandela serta dua tokoh elite partai ANC,  Walter Sisulu dan Ahmed Kathrada.

Mandela dikabarkan sempat mencuri-curi untuk menyaksikan pertandingan liga dari selnya. Namun, saat petugas penjara tahu, dibangunlah tembok di muka sel Mandela, sehingga dia tak lagi bisa menyaksikan laga-laga liga.

Beberapa pemain top Makana FA kemudian muncul jadi pejabat, saat era Apartheid berakhir di awal tahun 1990-an. Sebut saja Mosiuoa Lekota, yang sempat jadi menteri pertahanan di era presiden Thabo Mbeki. Atau Kgalema Motlanthe, yang sempat jadi presiden sementara, sebelum diangkatnya Zuma.



Zuma sendiri, ketika itu dikenal sebagai bek yang tangguh. Namun, saat timnya tidak bertanding, Zuma juga kerap bertugas sebagai wasit.

Begitulah, sepak bola ternyata bisa hidup dan berkembang di dalam penjara Robben Island, yang dikenal kejam. Seperti diungkap salah satu pencetus Makana FC, Lizo Sitoto, sepak bola membuat mereka hidup, meski berada di dalam tempat yang mengerikan.

"Sepak bola telah menyelamatkan kami," ujar Sitoto, yang mendekam di Robben Island pada 1963 hingga 1978. "Sebab, saat kami bermain bola di luar sel, kami merasa bebas, seperti berada di rumah."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.