Sukses

Utak-Atik Formasi Kuno Sepak Bola

Mengurut sejarah, skema permainan mulai diperkenalkan di Abad pertengahan

Liputan6.com, Jakarta - Strategi dan sepak bola menjadi dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Di era sepak bola modern, pelatih kondang dunia dari Sir Alex Ferguson hingga Jose Mourinho dan Josep Guardiola berlomba-lomba meracik strategi.

The Special One, julukan Mourinho menekankan sepak bola pada hasil. Sepak bola negatif kerap dimunculkan mantan pelatih Chelsea ini. Mourinho senang menumpuk pemain di barisan pertahan. Dari situ, muncul istilah 'Parkir Bus'. Pelatih asal Portugal ini mengandalkan formasi 4-3-2-1.

Sedangkan, Guardiola gemar dengan 'tiki taka' alias permainan dari kaki ke kaki dengan skema 4-3-3. Gaya bermain ini lekat dengan Barcelona. Formasi ini mengantarkan Guardiola menjadi pelatih tersukses Blaugrana sepanjang masa. Bahkan, di musim pertama Pep sudah mempersembahkan gelar treble winner. 

Mengurut sejarah, skema permainan mulai diperkenalkan di abad pertengahan. Pembagian tugas antarpemain belum ada ketika itu. Dahulu, semua pemain maju ke depan bersaing mencetak gol guna memetik kemenangan; esensi paling mendasar dari sebuah permainan sepak bola. 

Akibatnya, daerah pertahanan dan lini tengah lapangan bukan menjadi prioritas utama tim. Prinsipnya, menyerang dan menyerang. Padahal, dua aspek tersebut memegang peranan penting bagi sukses tim. 

Permainan 11 melawan 11 ini mulai mengenal formasi untuk menentukan posisi kiper, bek, gelandang, dan penyerang di periode tersebut.

Memasuki 1860, skema posisi para pemain mulai disusun agar peran dan tugas pemain tidak tumpang tindih. Inggris menjadi negara pelopor pola permainan. Dikumpulkan dari berbagai sumber, pelatih -pelatih Britania Raya mulai membentuk formasi yang terdiri dari tiga posisi. Beragam modifikasi terus dilakukan agar permainan optimal. 

Lantas seperti apa sejarah formasi dalam sepak bola, hingga akhirnya berkembang dan menjadi bagian penting tim seperti sekarang. Berikut ulasannya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1-2-7 dan 2-3-5

Formasi 1-2-7

Sejarah mencatat, formasi sepak bola tertua di dunia adalah 1-2-7 dengan pembagian tugas pemain, 1 orang kiper, 1 orang bek, 2 gelandang dan 7 penyerang. Formasi ini mulai dikenalkan di Inggris pada 1860 hingga 1870-an. Formasi tersebut paling populer di Inggris. 

Dengan tujuh orang penyerang mudah diketahui, sepak bola di masa tersebut hanya urusan menyerang semata. Basis permainan ketika itu hanya sekadar mengirim bola jauh ke depan dan membawa bola ke depan. Formasi ini dipakai Timnas Inggris ketika menghadapi Skotlandia pada 1872. 

Skotlandia sendiri ketika itu menggunakan formasi 2-2-6. Tidak seperti Inggris, yang cenderung bermain lebih kaku, Skotlandia memainkan bola dari kaki ke kaki. Melewati pemain dengan bola di kaki. Meski hasilnya tanpa gol, tapi hasil tersebut cukup mengejutkan karena Inggris yang difavoritkan sebagai pemenang justru harus puas bermain imbang.

Formasi 2-3-5

Seiring kemajuan, prinsip menyerang mulai bergeser. Pelan-pelan, tim mulai sadar akan pentingnya lapangan tengah, meskipun menggempur lawan masih menjadi prioritas utama. Maka, terbentuklah formasi 2-3-5 di mana tiga orang pemain mengisi lini tengah. Formasi ini mulai beken periode 1880 hingga 1925 dan dinamai formasi piramid. Pola ini pengembangan dari skema dari skema 2-2-6 yang dipelopori Skotlandia.

Rincian pola 2-3-5  adalah dua orang bek, posisi gelandang menjadi lebih spesifik dibagi menjadi gelandang sayap kanan-kiri dan gelandang tengah.

Begitu juga dengan barisan depan, posisi juru gedor dibagi menjadi lima. Winger kanan-kiri, penyerang kanan-kiri dan striker; istilah yang digunakan untuk menyebut penyerang yang berdiri sendiri di depan.

Salah satu tim tertua di Inggris, Preston North End sempat menggunakan formasi ini. Hasilnya, tim yang pernah ditukangi mantan pelatih Manchester United (MU), David Moyes ini menjadi klub pertama di Inggris yang mampu mengawinkan dua gelar juara Liga Inggris dan Piala FA pada 1889. Preston disebut "The Invicibles" alias tidak tersentuh. Di masa itu, Preston menjadi tim yang tidak pernah kalah. Berkaca dari sukses Preston, skema ini menjadi primadona di seantero Eropa. Banyak klub mencontek gaya bermain Preston.

Pada 1930-an, 2-3-5 dimodifikasi oleh tim-tim dari Eropa tengah seperti Austria, Hungaria dan Cekoslovakia. Ketika itu dikenal formasi dengan nama "Sekolah Danubian". Inti dari strategi ini, bola dioper dari tanah. Hasilnya, cukup menjanjikan. Austria menempati posisi 4 di Piala Dunia 1934.

3 dari 4 halaman

Huruf WM dan Huruf MU

Formasi Huruf 'WM'

Pada 1925, seorang pelatih sepak bola, Herbert Chapman mulai memperkenalkan terobosan di Arsenal ketika regulasi offside berubah. Dia membuat skema 3-2-2-3. Sang pelatih membagi pemain dalam dua garis beras depan dan belakang. Champan ketik itu sudah berpikir lini belakang sama pentingnya dengan lini depan. Dia sama-sama menempatkan 3 pemain di area pertahanan dan lini serang.

Sebagai penyeimbang, dia menempatkan dua gelandang jangkar yang bermain di depan tiga bek dan dua playmaker yang beroperasi di belakang tiga orang penyerang.

Pola 'belah ketupat' di lapangan tengah permainan membuat pertahanan lebih solid dan sukar ditembus. Karena lawan menghadapi empat titik pemain di depan, kanan, kiri, dan belakang. Lini tengah pun menjadi kuat ketika menyerang karena dua gelandang jangkar di depan tiga bek ikut naik membantu serangan.

The Gunners menjadi pionir strategi huruf W-M. Berkat inovasi ini, Arsenal memenangi lima gelar juara Liga Inggris dan memetik dua Piala FA dalam rentang 1931 hingga 1939. Tim asal London Utara ini menjadi salah satu tim paling sukses dengan formasi WM.

Formasi Huruf 'MU'

Dekade 1950-an, ubahan formasi terhadap formasi huruf 'WM' kembali dilakukan. Serangan sayap menjadi menjadi fondasi strategi baru 3-2-3-2 atau dikenal formasi MU. Posisi winger memiliki peranan penting dalam skema permainan ini.

Formasi MU terdiri dari tiga orang penyerang, dua gelandang jangkar, tiga penyerang dan satu orang penyerang yang bermain di belakang dua winger dan inside forward (penyerang dalam). Ketika itu, pemain di posisi ini disebut withdrawn striker.

Di era sepak bola masa kini, posisi tersebut bekan dengan sebutan deep lying striker. Tugas utamanya adalah membuka ruang untuk penyerang lainnya. 

Sedangkan, cara kerja bertahan dengan taktik ini mirip-mirip formasi WM. Strategi MU dianggap banyak pihak sebagai anti-taktik pola WM. Hongaria menjadi tim pertama yang memakai taktik MU dan berhasil memetik kemenangan 6-3 atas Inggris pada 1953 di Wembley. Ini menjadi kekalahan pertama Inggris di stadion tersebut sepanjang sejarah. 

Pertukaran posisi pemain depan yang cepat membuat barisan Inggris frustrasi untuk menerapkan man to man marking. Hingga akhirnya, gawang Inggris kebobolan 6 gol.

4 dari 4 halaman

Formasi Il Metodo dan 4-2-4

Formasi Il Metodo

Di luar Inggris, pelatih Timnas Italia, Vittorio Pozzo menempatkan tiga pemain tengah menjadi menjadi motor untuk mengendalikan permainan dari lini tengah. Pola Il Metodo ini menempatkan 5 orang di sektor depan dan 2 orang di belakang.

Dua orang bek melindungi kiper di kanan dan kiri. Bagian tengah membentuk pola piramida dan memperkuat transisi tim ketika bertahan dan menyerang. Ide utama dari strategi ini adalah menerapkan strategi serangan balik cepat dengan mengandalkan bola-bola udara. Berkat strategi Il Metodo ini, Italia menjadi tim yang menonjol setelah merebut gelar juara di Piala Dunia 1934 dan 1938.

Seiring perkembangan zaman, pakem ini berubah menjadi 3-5-2 yang banyak diterapkan tim-tim Serie A seperti Juventus. Bahkan, tiga gelar beruntun Scudetto Juventus dalam rentang 2011/12, 2012/13, 2013/14 diraih berkat skema 3-5-2 arahan Antonio Conte.

Pola 4-2-4

Memasuki era sepak bola modern, pola 4-2-4 mulai digunakan. Kali ini, lini pertahanan juga mendapat porsi pemain yang sama dengan lini depan. Strategi ini mulai digunakan akhir tahun 1950. 4-2-4 merupakan pengganti strategi sepak bola yang dikembangkan Hungaria dan Brasil.

Formasi ini memungkinkan pemain mengubah pola ketika permainan berlangsung. Ketika bertahan, tim menerapkan strategi 4-3-3 di mana satu orang ikut turun membantu pertahanan ke tengah. Sedangkan, dua bek tengah memblokir serangan balik lawan.

Ketika menyerang, tim juga mengubah formasi menjadi 3-3-4. Satu orang bek naik membantu serangan dan mencari bola. Sedangkan, dua striker maju lebih ke dalam sedangkan, dua pemain sayap bermain melebar. Pola 4-2-4 ini mengantarkan Brasil menjadi juara dunia 1958.

Sejak saat itu, mulai dikenal formasi dengan 4 orang segaris seperti 4-3-3 dan 4-4-2 yang dipakai hingga kini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.