Sukses

KOLOM: Hattrick Sevilla dan 'Penyakit' Emery

Simak ulasan Asep Ginanjar soal sukses Sevilla cetak sejarah di Liga Europa.

Liputan6.com, Jakarta - Sejarah demi sejarah terus tercipta di kancah sepak bola pada 2016 ini. Leicester City juara Liga Inggris untuk kali pertama, Bayern Muenchen mencetak rekor juara empat kali beruntun di Bundesliga 1, Gianluigi Buffon mematahkan rekor clean sheet di Serie-A. Lalu, Kamis (19/5/2016) dinihari WIB, giliran Sevilla dan pelatih Unai Emery yang membuat cerita besar.

Baca Juga

  • Hanya Mourinho yang Bisa Kembalikan Kejayaan MU
  • Hajar Liverpool, Sevilla Hattrick Juara Liga Europa
  • Sergio Van Dijk Ungkap Alasannya Tinggalkan Persib

Di Stadion St. Jakob Park, Basel, Sevilla mengalahkan Liverpool dalam laga final Liga Europa 2015-16. Kemenangan itu menjadikan mereka sebagai klub pertama yang mencetak hattrick juara Liga Europa.

Seperti timnya, Emery menjadi pelatih pertama yang menjuarai Liga Europa tiga kali beruntun. Giovanni Trapattoni juga memang tiga kali menjuarai ajang ini. Namun, pelatih asal Italia tersebut tak meraihnya secara berturut-turut.

Keberhasilan Sevilla dan Emery tersebut memastikan dua trofi kejuaraan antarklub Eropa tetap berada di Spanyol untuk tiga tahun beruntun. Itu karena final Liga Champions pada 28 Mei nanti mempertemukan sesama klub Spanyol, Real Madrid dan Atletico Madrid.

Meski bersejarah, pencapaian Sevilla tak lantas jadi kisah yang demikian menghebohkan. Itu karena kesuksesan mereka hanya di Liga Europa. Bagaimanapun, ini adalah kasta kedua di kancah Eropa. Belakangan, ajang ini pun jadi tempat klub-klub yang gagal di fase awal Liga Champions. Musim ini, anak-anak asuh Emery juga menyandang predikat itu.


Para pemain Sevilla mengangkat piala setelah berhasil memenangkan pertandingan final Liga Europa melawan Liverpool di Basel, Swiss (19/5). Sevilla menang atas Liverpool dengan skor 3-1. (Reuters / Dylan Martinez)

Apalagi Sevilla bukanlah Barcelona dan Real Madrid yang kaya-raya dan punya banyak fans di pelbagai penjuru dunia. Bahkan Raja Spanyol Felipe VI tak sudi hadir di Basel. Presiden Sevilla, Jose Castro, tak kuasa menahan kekecewaan karena tahun lalu pun sang raja tak mau menyaksikan laga final mereka menghadapi Dnipro Dnipropetrovsk di Warsawa, Polandia.

"Saya menghomati hal itu. Tapi, orang-orang juga tidaklah buta. Mereka melihat Yang Mulia hadir di dua laga semifinal Liga Champions, namun tak mau menyaksikan kami di Warsawa pada tahun lalu," ucap Castro dengan getir seraya menengarai mereka tak mendapat perhatian karena berasal dari Andalusia.

Selalu Ditinggal Bintang

Padahal, karena bukan siapa-siapa itulah keberhasilan Sevilla jadi istimewa. Los Rojiblancos memang bukan Leicester yang diisi pemain-pemain buangan dan musim lalu terseok-seok di zona degradasi. Namun, Uchesco, julukan lain Sevilla, memiliki garis nasib yang tak kalah miris.

Setiap tahun, Sevilla harus menyusun ulang tim dengan mendatangkan pemain-pemain yang berada di bawah radar. Itu karena pemain yang mencuat selalu saja dicomot klub-klub lain, baik klub asal Spanyol maupun dari belahan Eropa lain.

Dalam tiga musim terakhir saja, sejak kedatangan Emery, Sevilla harus rela melepas Geoffrey Kondogbia ke AS Monaco, Jesus Navas dan Alvaro Negredo (Manchester City), Gary Medel (Cardiff City), Ivan Rakitic dan Aleix Vidal (Barcelona), Federico Fazio (Tottenham Hotspur), Alberto Moreno (Liverpool), serta Carlos Bacca (AC Milan).

Pelatih Liverpool, Jurgen Klopp (kiri), saat bersalaman dengan pelatih Sevilla, Unai Emery, usai laga final Liga Europa, di St Jakob-Park, Basel, Rabu atau Kamis (19/5/2016) dini hari WIB. Liverpool takluk 1-3 pada pertandingan tersebut. (AFP/Fabrice Cof

Untungnya, Sevilla punya direktur sepak bola ulung dalam diri Ramon Rodriguez Verdejo "Monchi". Kejelian dan lobi-lobinya membuat Los Rojiblancos selalu mampu menghadirkan para pemain oke sebagai pengganti para bintang yang pergi. Pembelian Monchi sangat jarang yang gagal. Banyak di antaranya yang lantas dijual dengan harga lebih mahal.

Kemampuan inilah yang membuat Real Madrid begitu ingin melabuhkannya ke Santiago Bernabeu. Namun, Monchi bergeming. Dia tetap teguh bertahan di Ramon Sanchez Pizjuan, tempatnya mengabdi sebagai direktur sepak bola sejak 1 Juli 2000.

Pembelian apik Monchi ini sangat membantu Emery yang juga punya sentuhan apik. Di tangan eks pelatih Valencia tersebut, mereka menjadi amunisi mematikan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Persiapan Matang

Emery memang bukan pelatih yang bergantung pada sosok-sosok tertentu. Resep utamanya adalah analisis mendalam terhadap lawan. Obsesinya terhadap detail sudah seperti Josep Guardiola. Joaquin, winger Real Betis, menyebut obsesi itu sebagai "penyakit" Emery.

Emery tak menampik hal itu. "Untuk setiap laga, saya menghabiskan 12 jam untuk menganalisis video lawan dan saya harus bisa membuat para pemain mengerti apa yang saya lihat 12 jam itu dalam tempo satu jam saja," tutur dia.

Kegilaan itu menunjukkan Emery sangat rajin menuntaskan dengan baik pekerjaan rumah sebelum laga. Itu sebabnya dia tak gamang saat Coke cs. tertinggal satu gol pada babak pertama laga final kontra Liverpool. Dari analisis yang telah dilakukannya, dia tahu persis hal yang harus dilakukan untuk mengubah keadaan.

"Pelatih meminta kami mengubah permainan dan harus tetap memegang teguh keyakinan untuk menang. Kami pun melaksanakan semua titahnya itu," terang bek Daniel Carrico tentang kunci keberhasilan Los Rojiblancos membalikkan keadaan.

Bek Sevilla, Mariano (2ndR) merayakan gol bersama pelatih  Unai Emery (kana) dan timnya pada leg kedua semifinal Liga Europa di Stadion Ramon Sanchez Pizjuan, Sevilla, Jumat (6/5/2016) dini hari WIB. (AFP/Cristina Quicler)

Musim lalu, Emery membuat persiapan khusus saat menghadapi Fiorentina pada semifinal Liga Europa. Dia mengungkapkan hal itu kepada Joaquin, yang saat itu membela I Viola.

"Saya katakan kepadanya, kami menghabiskan tiga hari untuk mempelajari cara menghentikan dia. Pertama lewat rekaman video, lalu dengan simulasi dalam latihan. Dia menjawab, 'Ya, ya, saya tahu itu,'" ungkap Emery yang sempat tiga tahun menangani Joaquin di Valencia.

Emery adalah contoh nyata bahwa kesuksesan tak melulu ditentukan oleh nama besar pemain dan pelatih. Tidak pula oleh jumlah uang yang dimiliki. Kesuksesan juga milik mereka yang mempersiapkan diri dengan sangat baik, lebih baik dari sang lawan.

Kelak dengan prestasi mentereng yang sudah ditorehkannya, Emery bisa disejajarkan dengan pelatih top dunia semacam Carlo Ancelotti, Josep Guardiola, Luis Enrique atau Jose Mourinho.

*Penulis adalah komentator, pengamat sepakbola dan jurnalis. Komentari kolom ini di @seppginz.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.