Sukses

KOLOM: Juanfran, Nila Setitik Tak Rusak Susu Sebelanga

Liputan6.com, Jakarta - Juanfran sempat merasa bukan lagi apa-apa bagi Atletico Madrid. Tiga gelar bergengsi yang pernah dia labuhkan: La Liga 2013/14, Piala Raja 2013, dan Liga Europa 2011/12 seperti tak lagi berarti. Begitu juga total penampilannya bersama Atletico yang nyaris mendekati angka 200.

Juanfran merasa semua kebanggaan itu begitu saja lenyap karena kesalahannya malam itu. Dipercaya menjadi algojo keempat dalam drama adu penalti di final Liga Champions 2016 lawan Real Madrid, Juanfran gagal melakukan tugasnya dengan baik. Dia bahkan tak mampu membuat kiper Madrid, Keylor Navas, kerepotan. Tendangannya hanya membentur tiang kiri gawang.

Padahal, tiga algojo Atletico sebelumnya: Antoine Griezmann, Saul, dan Gabi sukses menunaikan tugasnya. Hingga akhirnya Cristiano Ronaldo “menghukum” Juanfran lewat golnya untuk penalti kelima Madrid. Atletico pun kalah 3-5.

Tangis Juanfran pecah. Perasaannya hancur. Tiba-tiba dia merasa dirinya menjadi perusak pesta yang direncanakannya sendiri. Dia merasa sangat bersalah, terutama kepada suporter, yang telah begitu lama menanti kejayaan Atletico di ajang elite Eropa.

Perasaan Juanfran memang benar-benar hancur-lebur. Dia merasa suporter, yang dulu begitu menyanjungnya, kini memusuhinya. Suporter seolah menganggapnya sebagai kambing hitam kegagalan Atletico mencetak sejarah: jadi juara Liga Champions untuk pertama kalinya.

Baca Juga

  • Surat Terbuka Bek Atletico Usai Gagal Eksekusi Penalti
  • Iniesta Remehkan Sukses Madrid Juara Liga Champions
  • Juara Liga Champions, Ronaldo Serang Balik Haters

Apalagi, Juanfran pernah punya utang kepada suporter. Dua tahun lalu, usai final Liga Champions, saat Atletico dikalahkan lawan yang sama, Juanfran berjanji kepada suporter.

Juanfran mengatakan, cepat atau lampat, kapten mereka, Gabi, akan mengangkat trofi Liga Champions untuk suporter. Tapi kini, saat janji itu nyaris terealisasikan, Juanfran sendiri yang mengacaukannya. Bisa dibayangkan betapa merasa bersalahnya pemain berusia 31 tahun itu.

Dengan langkah gontai, dia berusaha mendekat ke tribun suporter Atletico. Dengan air mata berlinang, Juanfran membuat gestur tubuh memohon, meminta maaf kepada suporter atas kegagalannya mengoyak jala gawang Madrid.
Ekspresi Juanfran saat meminta maaf kepada suporter tertangkap kamera di layar raksasa di dalam stadion. (Reuters)
Di hadapan suporter, Juanfran mengangkat kedua tangannya, kemudian meletakkan tangan kanan di dadanya. Juanfran merunduk, tak ubahnya hamba sahaya yang memohon ampun kepada sang majikan.

Tapi, Juanfran ternyata salah. Suporter tak butuh gestur menghiba itu. Mereka tetap menyanjung Juanfran. Mereka tetap mencintainya. Suporter malah memberinya aplaus meriah. Tak lama, rekan-rekan setimnya menghampiri, memberi Juanfran harapan, bahwa malam itu sama sekali bukan akhir segalanya. Hebat!

Suporter Atletico memang bukan fan kacangan. Tak berlaku bagi mereka, nila setitik rusak susu sebelanga. Bagi mereka, Juanfran tetap sosok bintang yang harus dihargai selama enam tahun kariernya membela Los Rojiblancos.

Apalagi, sebelum penalti itu, Juanfran tampil sangat bagus. Bahkan, berkat usaha Juanfran, Atletico bisa memaksakan adu tendangan penalti. Assist-nya di menit ke-79 kepada Yannick Carasso membuat Atletico bisa menyamakan kedudukan, setelah sebelumnya tertinggal lewat gol Sergio Ramos.

Gestur dan sambutan suporter tentu saja membuat Juanfran bisa berbesar hati. Setidaknya, dia tak lagi merasa menjadi “pesakitan” seorang diri, dalam kegagalan.

Terima Kasih Suporter
Juanfran pun merasa perlu secara khusus berterima kasih kepada suporter. Dua hari setelah laga final, pemain yang juga pernah membela Madrid ini membuat surat terbuka kepada klub dan disebarkan kepada seluruh suporter.

"Saya tidak akan pernah melupakan respons kasih sayang yang kalian berikan saat saya datang meminta maaf. Airmata saya merefleksikan kesedihan yang mendalam dari ribuan suporter di dalam stadion. Tapi, kalian semua telah membantu saya untuk melewati saat yang sulit itu. Begitu juga dengan dukungan semua rekan, pelatih, dan semua orang yang membuat klub ini seperti keluarga besar," begitu tulis Juanfran dalam surat terbukanya.

Memang ada yang teramat istimewa di Atletico Madrid. Ada rasa kekeluargaan yang begitu dalam dan keyakinan yang besar terhadap klub. Mereka, pemain dan suporter, seperti memiliki kewajiban untuk saling menghormati. Menghargai apa yang telah sama-sama mereka berikan untuk klub.

Pelatih Diego Simeone tampaknya telah begitu berhasil menanam nilai-nilai kemanusiaan yang begitu mendalam kepada pemain dan suporter. Untuk yang satu ini, rasanya mereka pantas disebut sebagai tim juara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini