Sukses

Teror Suporter di Piala Eropa Lebih Nyata dari Ancaman ISIS

Bukan aksi teror yang terjadi, tetapi ulah anarkis suporter menghantui tuan rumah.

Liputan6.com, Marseille - Teror di Prancis November tahun lalu membuat tuan rumah siaga penuh menghalau ancaman kelompok radikal ISIS. Ribuan Tentara dan Polisi diterjunkan di berbagai titik untuk mengantisipasi serangan teroris menyambut perhelatan Piala Eropa 2016. 

Dalam serangan akhir tahun lalu, puluhan orang meregang nyawa. Salah satu venue pertandingan, Stade de France di kota Paris, Prancis menjadi sasaran aksi teror ketika menghelat duel Prancis melawan Jerman di laga persahabatan. Ancaman teror juga semakin nyata setelah bandara internasional dan kereta bawah tanah di Brussels, Belgia mendapat serangan bom. ISIS disebut-sebut berada dalam rangkaian teror di Benua Biru.

Tidak ingin kecolongan di hajatan sepak bola antarnegara Eropa, pemerintah Prancis secara khusus mengembangkan aplikasi alarm anti-teror di telepon pintar setelah kejadian itu. Prancis menambah status siaga satu ancaman teroris hingga Piala Eropa 2016 rampung.

 

Baca Juga

  • Dejan Tinggalkan Persib, Bagaimana Nasib Pemain Bawaannya?
  • Lewat Gol Kontroversial, Peru Singkirkan Brasil
  • Persegres Akhirnya 'Pecah Telur' Lawan Sriwijaya

 

Namun bukan aksi teror yang terjadi, tetapi ulah anarkis suporter menghantui tuan rumah. Teror ricuh suporter lebih nyata dari ancaman ISIS. Belum sepekan Piala Eropa 2016 berlangsung, turnamen ini sudah ternoda dengan kerusahan antar suporter. Prediksi gangguan teror dari kelompok radikal ISIS hingga kini belum terbukti. 

Polisi Prancis dibuat repot dengan keributan pendukung Inggris dan Rusia jelang pertandingan di Marseille, Sabtu (11/6/2016) akhir pekan lalu. Keributan terjadi di luar stadion. Suar menjadi pemicu keributan antarkedua kubu. Laporan yang berkembang, pendukung Rusia menyalakan kembang api di depan pendukung Inggris. Keributan berlanjut di tribun stadion. Baku pukul antarkedua pendukung tidak terhindarkan. Puluhan orang mengalami luka-luka

Polisi terpaksa mengeluarkan gas airmata untuk mengendalikan massa. Isteri pemain Inggris, Rebekah Nicholson menjadi korban. Wanita berambut panjang itu berada di tengah-tengah suporter Inggris dan Rusia yang terlibat bentrok. "Ini menjadi pengalaman terburuk dalam pertandingan tandang. Ditembak gas air mata tanpa alasan, ditahan dan diperlakukan seperti binatang. Mengejutkan," tulis Rebekah dalam akun Twitter miliknya.

Wanita yang baru saja menikah dengan Vardy jelang Piala Eropa ini mengaku melihat sendiri insiden mengerikan ini."Saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Saya tidak bisa berkomentar secara spesikfik, tapi saya terjebak di dalam sesuatu yang mengerikan," dia melanjutkan.

Keributan antarsuporter juga terjadi di kota lainnya, Nice. Kericuhan melibatkan suporter Irlandia Utara dan Prancis jelang duel Irlandia Utara melawan Polandia, Minggu (12/6/2016) malam kemarin. Setidaknya, 6 fans Irlandia Utara harus dilarikan ke Rumah Sakit.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ancaman UEFA

Konfederasi sepak bola Eropa, UEFA langsung bereaksi atas insiden yang melibatkan suporter Inggris dan Rusia. UEFA mengancam akan memulangkan dua tim tersebut dalam perhelatan Piala Eropa tahun ini. Melalui pernyataan resminyam Komite Eksekutif UEFA bakal mengeluarkan kedua tim tersebut bila keributan terulang selama Piala Eropa.

"Kami tidak ragu-ragu memberikan sanksi tambahan kepada Federasi sepak bola Inggris (FA) dan Rusia (RFU). Termasuk mengambil langkah tegas mendiskualifikasi tim bila keributan serupa kembali terulang selama Piala Eropa," demikian bunyi pernyataan UEFA.

Suporter Inggris sendiri tercatat telah terlibat tiga kali keributan selama Piala Eropa tahun ini. Sebelum partai Inggris kontra Rusia, Hooligan--suporter garis keras Inggris--terlibat bentrokan dengan aparat keamanan di Prancis setelah terlibat keributan dengan penduduk lokal Marseille.

Federasi sepak bola Rusia sendiri membantah,suporternya terlibat dalam insiden tersebut. RFU menyatakan, hal itu terjadi semata karena hasil yang diterima oleh suporter Inggris. Media Rusia, Vesti, menulis suporter Inggris menjadi biang kerok kerusuhan. Vesti bahkan menulis, sekelompok suporter Inggris berada di bawah pengaruh alkohol ketika terlibat kerusuhan.

"Sebanyak 250 pendukung Rusia membalas serangan suporter Inggris dan memaksa mereka melarikan diri. Pendukung Inggris yang memulai, tetapi 250 orang Rusia dari segala penjuru negeri tidak takut dan membalas serangan orang-orang pulau pemabuk," tulis Vesti, sebagaimana dikutip The Guardian, Minggu (12/6/2016). 

Namun belakangan, Rusia siap diinvestigasi UEFA atas kerusahan suporter Inggris dan Rusia. Menteri Olahraga Rusia, Vitaly Mutko meneriman hukuman dari UEFA."Kami akan menerima hukuman dari UEFA, jadi saya pahami itu. Kami berperilaku tidak benar," kata Mutko, Minggu (12/6/2016), dilansir dari  Kantor Berita R-Sport. Mutko menambahkan, pihak berwenang dari Rusia akan melakuan investigasi atas kerusuhan di Marseille. Dia juga menyebut peristiwa itu 'penuh muatan'.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini