Sukses

KOLOM: Arsenal yang Selalu Siap Gagal

Dalam beberapa musim belakangan, Wenger seperti memasuki musim baru dengan kepala kosong.

Liputan6.com, Jakarta - Saat tiba di tanah Inggris sebagai manajer Arsenal pada 1996, walau sempat diragukan karena tampangnya yang lebih cocok sebagai guru sekolahan, Arsene Wenger menghadirkan perubahan besar.

Bukan hanya mengubah cara main The Gunners, dia pun memperbaiki gaya hidup para pemain. Tak hanya bagi Arsenal, dalam pandangan Jamie Carragher, Wenger juga mengubah wajah sepak bola Inggris. Eks bek Liverpool dan timnas Inggris itu menunjuk gaya sepak bola dan keberanian memberikan kepercayaan lebih besar kepada para pemain muda sebagai aspek revolusioner dari Wenger.

Tak bisa disangkal, sesuai julukannya, The Professor, Wenger adalah seorang genius. Dia pandai meracik taktik, berhitung neraca keuangan, dan bernegosiasi. Hasilnya, Arsenal menjadi tim juara, bukan hanyadi lapangan, melainkan juga di luar lapangan. The Gunners tumbuh menjadi model klub modern.

Sebelum kedatangan Wenger, sejak perubahan era pada 1992-93, Premier League tak ubahnya Bundesliga. Manchester United selalu yang terdepan, sementara pesaing utamanya tak pernah ajeg.

Aston Villa, Blackburn Rovers, dan Newcastle United bergantian menjadi pesaing utama Red Devils. Sejak Wenger tiba, peta persaingan menjadi lebih ajeg. Arsenal menjadi perusak kedamaian Man. United. Tak seperti Villa, Blackburn, dan Newcastle, Arsenal lebih stabil dalam membayang-bayangi dan sesekali menyalip Man. United.
Arsene Wenger (Reuters/Tony O'Brien)
Tahun ini, tepatnya 22 September nanti, Wenger akan genap dua dekade menangani Arsenal. Namun, situasinya berbeda hampir 180 derajat. Jika dulu dianggap sosok revolusioner, Wenger kini dipandang konservatif, tradisional, kuno.

Oktober tahun lalu, kepada Talksport, Raymond Verheijen, seorang pakar asal Belanda, mengungkapkan hal tersebut. “Pada 1990-an, Wenger datang dari Prancis ke Inggris dan memperkenalkan metode- metode revolusioner yang tak familiar bagi orang-orang Inggris. Pada saat itu, dia adalah pelatih yang revolusioner,” terang dia.

“Dia terus menerapkan itu selama sepuluh, dua puluh tahun. Ketika Anda menerapkan metode yang sama selama itu, pada tahap tertentu, orang lain akan memahaminya, lalu mengembangkannya sehingga mereka kmudian berada di atas Anda. Dari seorang pelatih revolusioner, tiba-tiba saja Anda menjadi pelatih yang kuno, ketinggalan zaman,” lanjut Verheijen.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jebakan Masa Lalu

Jebakan Masa Lalu

Ucapan Verheijen itu memang pahit bagi para fans Arsenal, terutama loyalis Wenger. Tapi, tak sedikit dari mereka yang sepakat bahwa hampir semua metodenya tak lagi sesuai tuntutan zaman. Setiap musim, Arsenal tak ubahnya sebuah tim yang selalu paling siap untuk gagal juara. Terutama di Premier League.

Langkah Arsenal bisa sangat mudah diterka karena sudah demikian terpola. Di Premier League, The Gunners akan finis di 4-besar, namun tidak di puncak klasemen. Sementara itu, di Liga Champions, mereka akan tersisih di babak 16-besar. Biasanya karena bertemu Barcelona atau Bayern Muenchen.

Metode-metode yang pernah sukses menghadirkan kejayaan bagi The Gunners itu bak buaian masa lalu yang terlampau manis untuk dilupakan. Wenger pun terlena. Soal taktik dan strategi, The Gunners sudah lama terlihat mentok. Inferior di hadapan Chelsea, Liverpool, Man. United, Bayern Muenchen, dan Barcelona adalah bukti bahwa Wenger tak lagi punya terobosan-terobosan baru.

Di bursa transfer, terlalu sering Arsenal gagal mendaratkan pemain yang diidamkan. Gonzalo Higuain, Antoine Griezmann, dan nama-nama lain hanya berakhir sebagai rumor. Itu karena Wenger memegang cara lama, mendapatkan pemain hebat dengan harga murah.
Striker Arsenal, Olivier Giroud (kanan), merayakan gol ke gawang Aston Villa pada laga Premier League di Emirates Stadium, London, Minggu (15/5/2016). (AFP/Ian Kington)
Padahal, Arsenal punya uang berlimpah untuk bersaing memperebutkan pemain bintang. Setidaknya, mereka bisa menghadirkan dua pemain berbanderol mahal setiap musimnya. Namun, Wenger tak mau jorjoran. Meskipun para konkuren melakukannya, dia tetap bergeming.

The Professor dengan mudahnya melupakan fakta bahwa pembelian Mesut Oezil seharga 47 juta euro pada 2013-14 berbuah trofi Piala FA. Setahun kemudian, Alexis Sanchez yang diboyong seharga 42,5 juta euro juga berbuah trofi serupa.

Musim ini, Granit Xhaka dan Shkodran Mustafi datang dengan banderol tak terpaut jauh dari Oezil dan Sanchez. Namun, mereka belumlah sekelas Oezil dan Sanchez. Sudah begitu, ada kesan pembelian yang terpaksa dalam perekrutan Mustafi, juga Lucas Perez, karena dilakukan jelang penutupan jendela transfer. Berbeda dengan Xhaka, apakah Mustafi dan Perez sedari awal ada di rencana Wenger?

3 dari 3 halaman

Keras Kepala

Keras Kepala

Bicara soal rencana, apakah Wenger setiap musim memang membuatnya? Bukan apa-apa, dalam beberapa musim belakangan, Wenger seperti memasuki musim baru dengan kepala kosong. Dia seperti tak melakukan analisis terhadap musim sebelumnya. Buktinya, masalah yang sama selalu berulang. Soal badai cedera adalah salah satunya.

Verheijen yang memang pakar dalam conditioning, dengan tegas menuding sikap Wenger yang selalu penuh penyangkalan dan melempar kesalahan kepada orang lain sebagai handicap utama. “Itu yang membuat dia tak mampu menemukan sebab utama masalah tersebut. Selama dia tetap menyalahkan faktor-faktor eksternal, kedaan tak akan pernah berubah!” tegas dia.

Entah karena sudah tua, Wenger memang terlihat keras kepala. Dia tak pernah ambil pusing meski para fans berteriak-teriak meminta bek tangguh baru dan penyerang yang lebih tajam. The Professor selalu berdalih, andai semua pemain fit, Arsenal tak akan bisa dikalahkan.

Ini tentu mengkhawatirkan. Apalagi kini The Gunners sudah tertinggal lima angka dari para unggulan utama, yaitu Manchester United, Manchester City, dan Chelsea. Empat poin dari tiga laga bukanlah modal awal yang bisa dikatakan meyakinkan untuk mengarungi kompetisi yang ketat.
Para pemain Arsenal merayakan gol ke gawang Watford pada laga Liga Premier Inggris di Stadion Emirates, Inggris, Sabtu (2/4/2016). Arsenal berhasil menang 4-0 atas Watford. (Reuters/Dylan Martinez)

Apalagi tantangan musim ini jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Wenger harus beradu otak dengan para manajer muda yang penuh inovasi macam Josep Guardiola dan Antonio Conte. Pada laga pembuka musim saja, dia sudah dibuat terkapar oleh Juergen Klopp yang juga tergolong inovatif.

Rasanya hanya keajaiban yang bisa mengantar Arsenal ke tangga juara musim ini. Mereka butuh sebuah musim anomali seperti yang didapatkan Leicester musim lalu. Tanpa itu, sepantasnya Arsenal berpikir untuk menyudahi kiprah Wenger.

Secara pribadi, bagi The Professor, itu tak akan jadi penghinaan. Bagaimanapun, orang-orang tak akan melupakan kontribusi besarnya selama dua dekade menangani Arsenal. Dia bahkan akan jauh lebih dipuja andai memberikan jalan bagi terjadinya revolusi baru. Patut dicatat, revolusi besarlah yang mampu membuat Chelsea, Man. City, dan Man. United kembali bangkit. Setidaknya sejauh ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Raihan juara Liga Primer Inggris pada musim 2004-2005 tanpa menelan satu kekalahan pun yang dilakukan Arsenal hingga saat ini belum bisa diu
    Raihan juara Liga Primer Inggris pada musim 2004-2005 tanpa menelan satu kekalahan pun yang dilakukan Arsenal hingga saat ini belum bisa diu

    Arsenal

  • kolom bola

Video Terkini