Sukses

Tyson Simbol Power, Ali Ikon Antikemapanan [2]

Munculnya sosok sang juara dunia bagai ikon dalam masyarakat. Mike Tyson, Muhammad Ali dan Rocky Marciano pun jadi simbol penting jamannya.

Olahraga tinju merupakan hasil evolusi panjang wujud berkelahi sebagai insting tertua manusia dalam mempertahankan hidup dari berbagai ancaman yang membahayakan dirinya. Sejak pertarungan John L Sullivan versus Jim Corbett di New Orleans, Amerika Serikat 7 September 1892 silam yang menggunakan sarung tinju untuk pertamakalinya, tinju terus berkembang dan bukan lagi aktivitas kriminal. Bahkan, kini tinju tak sekadar olahraga bergensi, tapi telah mewujud menjadi industri hiburan yang mendatangkan uang. Ada tiga sosok petinju kelas berat dunia yang telah melegenda, Rocky Marciano, Muhammad Ali, dan Mike Tyson. Siapakah yang terbesar?

----------

Publik penggemar tinju dunia tahu persis bagaimana dahsyatnya hantaman kepalan tinju Mike Tyson di masa kejayaannya. Bayangkan, betapa spektakulernya rekor Mike Tyson. Dari jumlah 28 kali kemenangannya, 26 di antaranya menang KO atau TKO. Bahkan, dari pertarungan Tyson tersebut 16 di antaranya menang KO pada ronde pertama!

Simbol Power si Raja KO

Tak salah jika para Tysonmania dan media massa menjulukinya dengan berbagai nama yang semuanya merujuk pada kedahsyatan power pukulannya. Sebuah koran lokal di AS mengutip pendapat pengamat tinju setempat yang memperkirakan pukulan Tyson berkekuatan antara 600 kg hingga 1 ton. Julukan untuk Tyson juga sekaligus menggambarkan keangkeran dan dinginnya perasaan saat 'membantai' lawan di atas ring. Di antara julukan yang sempat ngetop di telinga publik tinju, ada 'Iron Tyson' atau Si Leher Beton dan 'Monster'. Ada pula media yang menjulukinya dengan 'The Man Baddest On The Planet'.  


Mike Tyson vs Donovan Razor Ruddock (garnetreid.com)

Pada kenyataannya, semua julukan itu mampu merepresentasikan intimidasi bagi lawan-lawannya. The Man Baddest On The Planet pun mampu menjadi salah satu petinju terbaik sejagad pada jamannya yang diawali sejak umur 20 tahun 4 bulan 22 hari. Kemudian, berpuncak pada prestasi menyatukan 3 gelar juara dunia sekaligus WBA, WBC, dan IBF di usia 22 tahun. Fantastis!

Sepanjang karier tinju profesionalnya, Iron Tyson nyaris tak terkalahkan. Dalam catatan Ring Magazine yang memberinya gelar 'Fighter of The Year 1986 dan 1988, Mike Tyson hanya mengalami kekalahan KO dari James 'Buster' Douglas, kalah TKO dari Evander Holyfield, dan bertekuk lutut mencium kanvas di tangan Lennox Lewis tahun 2002 pada usia 35 tahun menjelang gantung sarung tinju 2006.


Holyfield dan Mike Tyson (thesun)

Namun ada satu catatan buruk sepanjang masa: insiden gigit telinga. Tindakan buruk ini berujung pada sanksi diskualifikasi. Ketika itu, Tyson menghadapi pertarungan keduanya melawan Evander Holyfield, Sabtu 27 Juni 1997 di MGM Garden Arena, Las Vegas, AS. Aksi brutal itu sedikitnya disaksikan langsung oleh 16.800 pasang mata yang menyaksikan di seputar ring, serta jutaan pasang mata di seluruh dunia.

Si Mulut Besar Ikon Antikemapanan

Empat puluh tahun silam tepatnya pada 1973, petinju kelas berat profesional Muhammad Ali mengunjungi Indonesia. Ketika itu, Ali mendarat di Kemayoran. Bandar udara Kemayoran masih menjadi bandara utama Jakarta.

Saat mengunjungi Jakarta, status Muhammad Ali sebagai petinju tanpa gelar. Maklum saja, Si Mulut Besar baru saja kehilangan gelar WBA dan WBC. Ali takluk oleh hantaman tinju Joe Frazier. Kemenangan Frazier 8 Maret di New York ini sekaligus merupakan pembuktian atas kesangsian publik terhadap kemampuan bertinjunya, meski hanya dengan unggul angka.


Muhammad Ali (sportsinblackandwhite.com)

Muhammad Ali yang sebelum memeluk Islam bernama lengkap Cassius Marcellus Clay Jr itu mengaku amat penasaran ingin menaklukkan Frazier. Gaya bertinju Joe Frazier dikenal liar laiknya gaya petinju jalanan. Tampaknya justru itulah yang membuat Ali ingin menjajal kembali Joe Frazier. Pengakuan itu meluncur dari mulut Ali kepada para wartawan yang mengerubunginya di Kemayoran.  

Sejak merebut gelar dari Sonny Liston 1964, Muhammad Ali mengalami dua kali kehilangan gelar sabuk juara di luar pertarungan. Pertama, sabuk kejuaraannya terpaksa dicabut karena Ali menolak bertarung dalam laga perebutan gelar melawan sang penantang utama dari versi WBA.

Kehilangan gelar keduanya, gara-gara Ali menolak melaksanakan tugas wajib militer. Cassius Clay alias Muhammad Ali saat itu memilih menanggalkan sabuk juara WBC-nya ketimbang mengikuti wajib militer. Sanksi itu dikeluarkan oleh Komisi Tinju Amerika Serikat. Penolakan Muhammad Ali secara ringan dilontarkan dan didengar publik.

"Saya tidak ada masalah dengan orang-orang Vietcong, dan tidak ada satu pun orang Vietcong yang memanggilku dengan sebutan Nigger!" katanya menegaskan.


Muhammad Ali v.s. Joe Frazier (the10mostknown.com)

Pernyataan Muhammad Ali yang telah menjadi figur publik Amerika dan dunia ini jelas sangat menampar para politisi pendukung pemerintah dan penguasa AS yang memang sedang giat mengirim pasukan ke Vietnam. Tak hanya itu, ungkapan Ali pun langsung menjadi top di kalangan muda yang gandrung akan kebebasan.

Setelah 'dimusuhi' pemerintah AS, tahun 1973 Muhammad Ali kembali menjalani pertarungan perebutan gelar WBA dan WBC. Kali ini melawan George Foreman di Kinsasha, ibukota Zaire, Afrika.

Pertarungan yang disebut-sebut sebagai laga paling akbar Ali, ketika duel ketiganya melawan Joe Frazier yang digelar di Manila, Filipina 1 Oktober 1975. Bahkan media internasional menyebut laga itu sebagai "Pertarungan Terbesar Abad ini". Pertarungan Ali vs Frazier diprakarsai oleh Presiden Filipina Ferdinand Marcos.  


Muhammad Ali (denge.co.uk)

Catatan sejarah yang mengukir prestasi fenomenal Muhammad Ali dalam menyatukan 3 gelar tinju dunia terjadi 15 September 1978. Kala itu, Ali menang angka di laga 15 ronde melawan Leon Spinks di New Orleans. Pada masanya, Muhammad Ali merupakan petinju pertama yang mampu menyatukan 3 gelar tinju dunia kelas berat sekaligus dalam genggamannya.

Setahun kemudian, 6 September 1979, Muhammad Ali menyatakan mundur dari dunia tinju profesional.

Samar-samar terdengar lagu The Greatest Love of All yang dibawakan pertama kali oleh musisi jazz George Benson 1977. Lagu ini ditulis Michael Masser dan Linda Creed yang memang terinspirasi oleh sang legenda dengan judul awal 'Song For Muhammad Ali'.

Bagaimana catatan kisah sang legenda petinju kelas berat dunia Rocky Marciano? Pantaskah Rocky mendapatkan gelar "The Greatest" seperti Muhammad Ali? Ikuti kisahnya dalam: Sang Legenda Rocky Marciano, Muhammad Ali, dan Mike Tyson. Siapakah yang terbesar?

Baca juga:
* Tak Ada Korban Tewas dan Diperkosa pada Rusuh Bola di Solo
* Ronaldo: Neymar Belum Selevel Messi
* Wajah Rooney Setelah Mendapatkan `Insiden Horor`
* Ini Skuat MU di Liga Champions
* Oezil Beri Ramos Sebuah Hadiah, Apa Itu?
* Putra Mourinho Gabung Fulham
* Gara-gara Ba, Arsenal Marah Besar kepada Chelsea
* Soal Oezil, Spurs Marah Besar

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini