Sukses

Kisah Tragis Spanyol dan Inggris di Euro 2016

Nasib dua tim raksasa, Spanyol dan Inggris di Piala Eropa 2016 hanya sampai 16 besar.

Liputan6.com, Jakarta Nasib dua tim raksasa, Spanyol dan Inggris di  Piala Eropa 2016 hanya sampai 16 besar. Negara dengan kompetisi sepak bola bernilai triliunan rupiah ini harus tersingkir di tahap pertama babak knockout, Senin, (27/6/2016).

Tragis. Satu kata itu tepat menggambarkan dua tim pesakitan tersebut. Italia yang notabene tanpa pemain bintang berhasil memaksa Spanyol angkat koper lebih cepat. Gli Azzurri mengalahkan Spanyol dengan skor meyakinkan, dua gol tanpa balas pada pertandingan di Stade de France. Sedangkan, Inggris menyerah dari tangan tim debutan, Islandia.

Kemenangan atas Spanyol ini memiliki arti penting bagi Italia. Tim Negeri Pizza terakhir mengalahkan Spanyol di turnamen besar pada Piala Dunia 1994. Ketika itu, Spanyol memetik kemenangan dengan skor 2-1. Dua gol Italia masing-masing disumbangkan Dino dan Roberto Baggio.

 

Baca Juga

  • Gusur Spanyol, Conte Pasang Kuda-kuda Hadapi Jerman
  • Inggris Tersingkir, Roy Hodgson Mengundurkan Diri
  • Milan Bakal Reuni dengan Capello

 

Sinyal kemenangan Italia atas Spanyol ini telah terlihat di awal pertandingan. Gli Azzurri memiliki catatan manis, mereka selalu keluar sebagai pemenang bila mencetak gol lebih dulu. Tradisi ini bertahan dalam 19 laga pertandingan terakhir Piala Eropa sejak tahun 2000 ketika menghadapi Prancis. Demikian data dari OptaJoe melalui akun Twitter mereka

Pelatih Timnas Italia, Antonio Conte menyebut,  Italia patut bangga atas kemenangan ini karena mereka tidak memiliki bintang di Piala Eropa 2016. Kemenangan ini atas Spanyol terbantu dengan performa La Furia Roja yang menurun.

Timnas Italia

"Ini bukan era terbaik bagi sepak bola Italia sehingga kami tidak bisa mengandalkan pemain hebat. Saya beradu argumen agar orang-orang sadar. Sepak bola Spanyol sedang sakit, jadi kami harus bangga bisa mengalahkan mereka," ujar Conte dilansir dari situs resmi Piala Eropa.

Bagi Spanyol, tentu hasil ini terasa menyakitkan. Pasalnya, Spanyol datang ke Prancis dengan status juara bertahan Piala Eropa. Pelatih Spanyol, Vicente Del Bosque pun tetap memelihara keyakinan besar, generasi emas pemain Tim Matador belum berakhir.

Timnas Spanyol

Sebelum berangkat ke Prancis, kritik untuk Spanyol ramai terdengar. Del Bosque masih mencantumkan nama-nama pemain warisan Piala Eropa 2008, seperti Andres Iniesta, Cesc Fabregas, Pedro Rodriguez, David Silva, termasuk kiper Iker Casillas.

"Saya tidak berpikir kekalahan ini akhir dari sebuah era. Sepak bola Spanyol memiliki struktur yang kuat. Kami memiliki banyak pemain hebat. Kami harus memulai lagi melawan Italia di Kualifikasi Piala Dunia 2018."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Inggris Tragis

Sementara itu, di pertandingan lainnya, Inggris yang digembar-gemborkan bisa mengakhiri paceklik juara ternyata hanya sampai di babak 16 besar. Mereka tersingkir tragis dari tim debutan, Islandia; tim yang hanya bermain sepak bola di lapangan outdoor ketika musim panas tiba.

Pada pertandingan di di Allianz Riviera, Nice, Selasa (28/6/2016) dinihari WIB, negara kiblat sepak bola modern ini kalah dengan skor telak 1-2. Islandia berbalik memimpin lewat gol Ragnar Sigurdsson dan Kolbeinn Sigthorsson. Kedua pemain tersebut membalas gol penalti Wayne Rooney, 3 menit selepas kickoff.

Timnas Islandia

Kekalahan Tim Tiga Singa praktis menjadi buah bibir di seantero negeri. Media Inggris langsung melancarkan kritikan pedas. Daily Mail menulis, Inggris kalah dari negara dengan penduduk sebesar Kota Leicester. Daily Mail menilai kekalahan atas Islandia sama seperti ketika Inggris tersingkir di Piala Dunia 1950. Ketika itu, Inggris tumbang 0-1 dari tim non-unggulan, Amerika di Belo Horizente. 

Tanda-tanda Inggris bakal mengakhiri turnamen lebih cepat terlihat dari babak penyisihan grup, di mana Inggris hanya menang sekali dan imbang dua kali. Inggris lolos ke 16 besar setelah menempati runner-up grup B. Mereka harus puas melihat sang tetangga, Wales keluar sebagai juara grup.

Rapor merah ini membuat kemampuan lini depan Inggris mencetak gol diragukan. Pasalnya, sepanjang turnamen Inggris hanya mampu mencetak 4 gol dari 58 percobaan tembakan. Jumlah tembakan itu paling banyak di antara tim lainnya. Ironisnya, topscorer Liga Primer, Harry Kane nihil gol di turnamen ini.

Kekalahan dari Islandia membuat sang manajer, Roy Hodgson menyatakan langsung mundur dari jabatannya. Sejatinya, kontrak mantan pelatih West Bromwich Albion itu selesai setelah Piala Eropa 2016.  Sejak mengambil alih kursi pelatih Inggris pada 2012 dari tangan Fabio Capello, presentase kemenangan Hodgson terhitung memprihatikan.

Timnas Inggris

Inggris hanya menang tiga kali dalam 11 pertandingan terakhir. Presentase kemenangan Hodgson palin rendah bila dibanding 5 pelatih Inggris sebelumnya, Fabio Capello (66,7%), Sir Alf Ramsey (61,1%), Glenn Hoddle (60,7%), Ron Greenwood (60%), Sven Goran Eriksson (59,7%) dan Hodgson (58,9%). Demikian rilis dari OptaJoe.

Roy Hodgson hanya bisa pasrah, Inggris tumbang di tangan tim 'kemarin sore'."Saya minta maaf itu harus berakhir seperti ini. Kami tersingkir lagi di turnamen besar, tetapi hal-hal seperti ini memang terjadi," kata Hodgson saat konfrensi pers usai pertandingan.

"Yang bisa saya lakukan adalah berharap yang terbaik untuk semua orang dan berharap Anda bisa melihat timnas Inggris di final turnamen besar secepatnya," Hodgson menambahkan seperti dilansir Mirror.

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.